Selasa, 31 Maret 2015

Kala Allah Memeluk Mimpi

Ini kisah tentang haji. Ibadah yang  bagi sebagian  orang  mungkin  masih menjadi mimpi.  Daftar tunggu puluhan tahun, ONH yang yang terus melangit, adalah salah dua dari sekian banyak alasan yang menjadi penghalangnya. Begitu halnya dengan saya, pergi haji, walau niat sudah terpendam sejak lama tetap saja masih jadi mimpi tingkat dewa yang rasanya sulit terwujud.

Berhaji juga menjadi satu-satunya rukun Islam yang dalam pelaksanaannya diembeli kata-kata "jika mampu". Namun faktanya, bukan harta semata yang membuat niat haji mewujud nyata. Berapa banyak orang berlimpah rejeki yang tak juga berhaji dengan aneka alasan dan halangan. Sebaliknya, berapa banyak kita dengar kisah inspiratif kaum marjinal berhaji. Dari tukang bubur, tukang tambal ban, dan aneka profesi tukang lainnya yang bahkan mungkin manusia saja memandangnya sebelah mata.

Tentang Wujud Kerahiman Tuhan

Mungkin benar adanya, bicara soal haji,  ada tangan Tuhan yang Maha Rahim yang tak terlihat dalam membantu kita mewujudkan mimpi menunaikannya. Saya merasakan itu. Saya sudah membuktikan betapa Allah Maha Kaya. Bermodal tekad, niat dan tentu saja doa yang tak putus, ternyata tak ada yang tak mungkin untuk diwujudkan bila Allah  berkehendak.

Saya bukanlah orang yang hidup berkelebihan secara materi. Saat waktunya melunasi ongkos haji, uang yang saya miliki masih jauh dari cukup. Entah bagaimana saya bisa menggenapkannya. Namun, keajaiban demi keajaiban terjadi  begitu saja. Pada saatnya, datanglah pertolongan Allah melalui kerabat dekat saya yang  memberi saya rejeki untuk melunasinya bahkan tanpa saya memintanya. Subhanallah, tersungkur saya dalam sujud penuh airmata kesyukuran. Saya merasakan apa yang mungkin orang-orang kecil itu rasakan. Kebahagiaan tak terperi saat tangan Allah memeluk mimpi saya yang selama ini terasa bagai angan-angan.  

Tentang Agungnya Ka'bah. 

Momen paling krusial bagi siapapun yang pertama kali menginjakkan kaki di Masjidil  Haram adalah saat melihat megahnya ka'bah yang menjadi kiblat perjumpaan dengan Allah selama ini. Airmata menderas tanpa bisa  dihentikan. Kehilangan kata dan larut dalam kalimat takbir dan tahmid. Alhamdulillah ya Allah, saya menjadi orang yang terpilih, demikian syukur yang tak henti terucap dalam hati. 

Sejuta rasa bercampur jadi satu. Ka'bah yang selama ini hanya saya lihat di frame foto pajangan rumah ibu, ka'bah yang selama ini hanya bisa saya pandangi dari layar televisi, kini berdiri megah di hadapan saya, di depan mata saya. Labaik Allahumma Labaik. Aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah.

Karenanya sejak melihat ka'bah, saya kukuhkan niat untuk bisa abadikan momen di sana. Entah bagaimana caranya, pokoknya harus bisa, begitu saya bertekad dalam hati.

Tentang Perburuan bernama Selfie

Di bayangan saya selama ini, saat melihat foto-foto teman yang telah berumroh, kita bisa dengan mudah berfoto selfie begitu dekat dengan ka'bah, Namun ternyata keadaan di musim haji berbanding terbalik. Ka'bah selalu penuh sesak dipadati jama'ah yang terus thawaf tiada henti dan mengenal waktu. Membuat saya sempat ciut nyali mewujudkan niat saya. Terlebih haji tahun 2014 lalu adalah haji akbar. Haji akbar adalah haji dimana  jatuhnya hari Wukuf adalah hari Jumat. Datangnya musim haji akbar ini hanya delapan tahun sekali. Tak heran momennya begitu dinanti umat karena keutamaannya dibanding haji biasa.Sebuah hadist menyebut pahala haji akbar seperti berhaji selama 70 kali. Karenanya di musim haji Akbar ini, penduduk Mekkah banyak yang ikut berhaji. Inilah yang kemudian membuat Mekkah semakin penuh sesak, berlipat dari musim haji biasa.

Hampir saja buyar semua niat. Terlebih saat itu keluar pula maklumat dari pemerintah Arab Saudi yang menghimbau jamaah sebaiknya tidak berfoto selfie di  depan Ka'bah. Selain untuk meluruskan niat, juga agar tidak mengganggu kelancaran ibadah thawaf jama'ah lainnya.  Tapi tekad saya rasanya tak terbendung. Saya terus mencari momen dan kesempatan  untuk bisa selfie dengan latar belakang ka'bah.

Di satu siang yang terik, saya ke masjid untuk thawaf dan bila memungkinkan melaksanakan niat saya berfoto selfie. Saat datang, saya lihat lantai dasar di depan Ka'bah sudah penuh sesak, sayapun berinisiatif naik ke lantai 2. Ternyata di lantai 2 pun keadaan tak jauh beda, jamaah yang thawaf masih penuh sesak. Jamaah dorong mendorong di lantai ini. Keringatpun mengucur deras membasahi  khimar dan gamis saya. Teriknya Mekkah di suhu 40 derajat celcius saat itu, benar-benar membuat saya meleleh di tengah sesaknya kerumunan manusia. Hufftt... what a  day! *lap keringet

Tak hilang akal, naiklah saya ke lantai 3, dengan harap cemas sambil juga terus berdoa dalam hati, "ya Allah saya pengen foto, mudahkan dong ya Allah..." hehehe...doa yang rasanya konyol banget ya :) Tapi begitulah, segala sesuatu di sana memang seperti otomatis selalu dibarengi doa dalam hati, walau itu cuma niatan tak jelas macam pengen selfie seperti yang saya ingin itu.

Lantai 3 ini lumayan tinggi, saya berharap semoga ka'bahnya masih bisa terlihat dari  lantai ini. Meski lantai ini tak kurang penuh oleh jamaah, namun saya masih melihat celah untuk bisa sejenak berpose. Akhirnya sebelum saya memulai thawaf, saya menepi ke pinggir pagar, mengangkat kamera tinggi-tinggi untuk bisa mengambil angel ka'bah yang ada dibawah. Saya jepret beberapa kali untuk nantinya saya pilih foto paling bagus. Penuhnya arus thawaf tak pelak membuat saya beberapa kali terdorong dan foto yang saya ambil blur karena tangan saya tak fokus. Saya pegang kamera erat-erat, khawatir terjatuh dari tangan, saat saya terdorong arus jama'ahOh God, sungguh ini foto selfie paling niat sepanjang hidup saya, penuh perjuangan banget menjepretnya :D




Saya dan Ka'bah impian itu, Alhamdulillah.



Yay, here it is! Akhirnya saya punya kenangan indah berlatar Ka'bah. Amaze memandang foto diri di tengah lautan umat ini. Memorable banget  rasanya. Dan lihatlah sesaknya jamaah dibawah sana, seolah menjadi saksi perjuangan saya mendapatkan momen indah ini. Alhamdulillah. Sejujurnya tiada sedikitpun maksud ingin pamer pada banyak orang tentang ibadah haji saya. Tapi memandang foto ini menjadi obat rindu saya pada tempat paling peaceful di muka bumi. Tempat  dimana hati saya bertaut erat pada Allah, Sang Maha Pengabul mimpi, yang kemudian melahirkan lagi doa baru untuk bisa kembali ke sana.

Postingan ini saya ikutkan di lomba selfie story bersama Smartfren, sekaligus juga pesan bagi teman-teman yang mungkin punya mimpi sama dengan saya. Jangan pernah sedikitpun menggeser niat berhaji apapun halangannya. Selama hayat dikandung badan, teruslah berikhtiar dan berdoa. Yakinlah Allah yang Maha Rahim akan mewujudkan mimpimu, tak peduli setinggi apapun itu. Aamiin ya Robbal ‘alamiin.