Dicintai seorang pria tentu sudah biasa. Tapi dicintai sesama jenis, sudah pasti itu hal yang luar biasa. Apalagi bila dia terus membuntuti hingga puluhan tahun lamanya.
Dia tetanggaku. Kusebut saja si F. Ia teman bermainku sejak kecil. Bahkan sejak aku masih di TK. Usianya 6 tahun lebih tua dariku. Tapi gelagat anehnya baru muncul ketika aku masuk SD. Namun, mengingat usiaku saat itu masih belia, aku pun tak terlalu paham dengan apa yang ia perbuat padaku. Yang kuingat, ia sering memelukku erat. Menciumku. Meski hanya mencium pipi. Kadang, bila aku menolak, ada saja sejuta akalnya mengelabuiku agar dia bisa menciumku. Diajaknya aku main petak umpet. Ketika giliran aku jaga dan menutup wajahku, iapun tak membuang kesempatan untuk mencium pipiku. Dan kesempatan itupun didapatnya. Cerdik nian.
Terus begitu hingga aku masuk ke SMP. Selama 6 tahun di SD, aku tak terlalu mempermasalahkan sikap anehnya. Mungkin karena aku terbiasa diperlakukan begitu, jadi aku tak merasa ada yang salah. Atau mungkin juga karena keluguanku yang sama sekali belum mengerti semua keanehan itu.
Masuk SMP, perlakuan manisnya padaku bertambah-tambah. Ia selalu mentraktirku makan. Sangat senang mengajakku pergi kemanapun aku mau. Apapun yang aku inginkan dia bisa memenuhinya. Sampai satu hari ia menulis surat cinta padaku. Wahhh…terbayangkah… aku menerima surat cinta pertama dari seorang wanita. Kertas suratnya wangi. Isinya berjuta kata cinta. Disuratnya, ia katakan tak bisa jauh dariku. Ia akan memenuhi apapun keinginanku. Saat menerima dan membacanya, perasaanku bercampur aduk. Antara senang sekaligus aneh. Ada perasaan bangga dicintai. Tapi kok dari seorang wanita. Dimasa SMP, tentu aku sudah lebih mengerti tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Sudah masuk usia puber. Dan saat itu, aku sudah punya perasaan malu dicintai seorang wanita. Tapi aku tak bisa menutupi segala tentang F dari teman-temanku. Mau tau kenapa?? ya…karena setiap hari ia menjemputku saat pulang sekolah. Tadinya teman-temanku mengira ia adalah kakakku. Tapi sikapnya terlihat berbeda karena ia selalu menggandeng tanganku, akhirnya ini membuat teman-temanku paham siapa dia sesungguhnya.
Berkali aku melarangnya untuk tidak terus menjemputku, karena aku malu dengan olokan teman-teman. Tapi dia tetep ngeyel. Saat jam pulang sekolah, tetap saja dia setia nangkring didepan gerbang sekolah menungguku pulang. Lama-lama sungguh terasa menyebalkan.
Ibuku bukan tak tahu dengan kelakuannya. Ibu pernah membaca beberapa surat cinta darinya. Marah sudah pasti. Geram lebih tepatnya. Saat ada kesempatan bertemu dengan F, ibupun marah besar. Dan bicara sangat tegas pada F, sambil mengultimatum untuk segera menjauhiku. F pun ciut, hingga saat ibuku ada dirumah ia tak pernah berani menyambangiku. Sejak itu, ibu pun membatasiku untuk bermain dengan teman-teman dirumahku. Namun susahnya, ibuku saat itu adalah wanita bekerja. Pergi pagi, baru kembali sore hari. Hingga akupun selalu ditinggal ibuku bersama pengasuh kami. Saat ibuku pergi bekerja, F pun leluasa masuk dan main kerumahku.
Masih seperti dulu. Saat berdua, ia selalu ingin menciumku. Aku selalu menolaknya. Karena aku mulai merasa risih. Kadang ia memaksa. Aku sering kasihan padanya, bila ia merayuku sedemikian rupa. Dari sekedar cium pipi, ia ingin mencium bibir. Sesekali terlihat begitu bernafsu. Aku terang menolaknya. Aku hanya membolehkan F mencium pipiku.Tak lebih dari itu. Meski bagaimanapun ia memaksaku. Saat itu aku makin merasakan ini sebagai hal yang tak lazim. Namun begitu, aku selalu bisa memaklumi keadaannya. Lagi-lagi karena terbiasa.
Saat aku naik kelas 2 SMP, kuketahui F menjadi pecandu narkoba. Waktu itu yang marak dipakai adalah pil ekstasi dan ganja. Kudapati ia sering mabuk. Dari mulutnya seringkali tercium bau minuman beralkohol. Awalnya ia memang perokok, bahkan sejak aku masih SD itu, dia sudah merokok. Gambaran sosok F memang sangat laki-laki. Badannya tinggi. Berdada sangat rata, meski tak terlalu kurus. Rambutnya pendek. Suaranya serak seperti suara laki-laki. Ya…seperti gambaran seorang lesbian pada umumnya.
Namun meski pemakai, F selalu melindungiku. Tak pernah sekalipun ia menawarkan dan mengajak aku memasuki dunianya. Yang ku tahu, ia sangat sayang padaku. Bahkan ia melarangku menyentuh benda haram itu. Kalau sedang mabuk, keberanian dan nyalinya bisa naik dua kali lipat. Kukatakan begitu, karena pernah satu hari saat mabuk, ia dengan beraninya masuk ke rumahku saat ibuku ada dirumah. Karuan ibuku marah besar dan mengusirnya dari rumahku.
Ada lagi satu cerita yang tak kalah seram tentang prilaku F padaku. Suatu hari, dalam keadaan mabuk, F ingin menciumku, tapi aku menolaknya, kemudian dengan beraninya F mengancamku, ia katakan ia akan menyilet tangannya, kalau aku menolaknya. Saat itu, dengan berani pula aku menantangnya, kukatakan padanya, “coba aja silet kalo kamu berani…!!” Sejurus..aku lihat dikeluarkannya silet dari kantong celananya. Dan benar…iapun menyilet tangannya. Darahpun bercucuran…dengan cepat dijilatinya darah itu. Ya Tuhan…ia benar-benar melakukannya. Kupalingkan wajah sambil menjerit, memintanya untuk menyudahi aksi gilanya. Ngilu dan perih melihatnya. Namun yang mengherankan, nyaris tak kulihat wajah F meringis kesakitan. Dia begitu tenang, sampai akhirnya F katakan, kalau dia tak pernah main-main dengan ucapannya. Dengan berat hati kuikuti lagi kemauannya. Dan kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi. Hingga ditangannya begitu banyak bekas parut siletan. Lama-lama akupun terbiasa melihatnya. Aku seperti kebal dengan segala kelakuannya. Kebal dengan semua ancamannya. Mungkin bagi orang lain hal ini mengerikan, tapi tidak lagi bagiku. Sampai dia tak mempan lagi mengancamku dengan cara itu. Bisa dibayangkan, diusia begitu belia aku mengalami pengalaman luar biasa ini.
Waktu berlalu, akupun masuk SMA. Dan ia tetap mengejarku. Tetap setia menjemputku pulang sekolah. Namun kali ini aku mulai berniat menjauhinya. Aku mulai jijik dengan segala kelakuannya. Aku mulai mengerti bahwa agama melarang hubungan aneh seperti itu. Akupun kerap kucing-kucingan dengannya, menghindar bertemu bila ia datang menjemputku. Tak hilang akal, bila ia menunggu digerbang, akupun menyelinap lewat jalan lain. Aku minta tolong temanku untuk membantuku menghindar dari F.
Surat cintanya masih berdatangan, meski enggan kuterima. Namun yang menyebalkan, ia kerap menitip surat itu lewat teman-temanku. Pernah suatu hari, F membuatku malu setengah mati. Saat F mau menitip surat untukku, ia menghampiri beberapa temanku, tapi karena teman-teman sudah kuwanti-wanti untuk tidak menerima apapun dari F, teman-temanku pun menolak titipan F. Tak kurang akal, F menitipkan suratnya pada salah seorang guruku. Sungguh edan. Masih kuingat jelas, waktu itu yang menerima guru akutansiku, yang dikenal genit dan cerewet. Dan terjadilah kejadian memalukan itu. Guruku membacakan surat cinta F didepan kelas. Kontan kelas menjadi riuh rendah dibuatnya. Semua memandangku. Sungguh lelucon yang tak lucu. Pengalaman yang tak mungkin dan tak pernah bisa kulupa. Perasaan malu dan terhina yang teramat sangat. Mungkin anda bisa membayangkannya. Kejadian itu cukup menjadi alasan mengapa akhirnya aku sangat membenci F. Akupun bersumpah takkan pernah lagi mendekat padanya.
Tapi F tak pernah surut. Dia tetap gigih mengejar cintaku. Meski seumur-umur aku bersamanya, tak pernah sekalipun kuucap kata cinta padanya. Betapapun F memaksa pengakuan itu. Bagaimana bisa kuucap sesuatu yang memang tak kurasakan sama sekali. Berkali-kali aku katakan pada F, aku tak mungkin bisa mencintainya, karena aku wanita normal. Sejujurnya, kalaupun aku masih bersamanya, tak lebih karena aku kasihan padanya. Kucoba memahami keberbedaannya. Tentu saja tak semua orang bisa mengerti F. Aku terlanjur dekat sejak kecil. Terlalu lama bersama. Dan lagi meski F punya seabrek kekurangan, tapi aku tahu pasti hatinya sangat baik. Utamanya padaku. Buktinya sekian tahun bersama, aku tak pernah tertular kenakalannya. Selain itu, aku yakin ada tangan Allah yang menjaga dan melindungiku.
Ketika masuk kuliah, akupun kost dekat kampus dan otomatis tak lagi tinggal bersama orang tua. Sedikit lega, karena aku bisa menghindar jauh dari F. Tapi siapa menyangka, satu pagi, saat aku baru saja bangun tidur ditempat kost, tiba-tiba aku dikejutkan ketukan pintu. Ketika kubuka ternyata F sudah berdiri didepanku. Kaget tentu saja. Karena ternyata ia mencari-cari informasi dimana aku kost. Ya Allah…aku benar-benar hilang akal menghadapinya. Saat itu, kusambut dia dengan ketus dan marah-marah. Namun seperti biasa, ia tenang saja meski aku maki-maki sedemikian rupa. Tak pernah sedikitpun ia tersinggung dengan semua kemarahanku selama ini. Ia hadapi selalu kemarahanku dengan sabar dan santai. Entah dibuat dari apa hatinya.
Lelah marah-marah, akhirnya akupun mencoba bicara baik-baik. Setengah menangis menahan perasaan, ku katakan padanya aku tak ingin lagi didekatinya. Aku ingin ia berhenti mengejarku. Berhenti mencintaiku. Kalaupun ia masih ingin berteman denganku, aku ingin dia berteman dengan cara wajar sebagaimana orang normal. Aku tak ingin dicintai lebih dari sekedar teman. Saat itu F mengiyakan. Ia katakan, aku adalah cinta pertamanya. Aku adalah mimpi-mimpinya. Meski cintanya tak pernah berbalas, itu tak bisa mematikan cintanya padaku. Mungkin ia kasihan juga melihatku. Hingga akhirnya ia berjanji takkan lagi mengejarku. Meski ia masih meminta aku menjadikannya sebagai teman. Ia sudah sangat senang dan berterimakasih bila masih dibolehkan melihatku sewaktu-waktu. Itu sudah cukup baginya.
Sampai kemudian beberapa tahun berlalu, aku tak lagi melihatnya. Kudengar rumah keluarganya pindah. Jadi ia tak lagi menjadi tetanggaku. Dan yang mengejutkan, aku mendengar kabar ia hamil, meski diluar nikah. Mungkin karena pergaulan bebasnya. Kuduga ia biseks. Bukan tak mungkin. Kenyataan membuktikan hal itu.
Sampai kini, tak pernah lagi kudengar kabar beritanya. Entah dimana dia kini. Akupun emoh mencari tahu. Selesai sudah. Buku lama telah kututup. Aku bersyukur Allah memberiku pengalaman berharga yang belum tentu dialami banyak orang. Biar kupetik saja hikmahnya.
Semoga Allah menunjuki jalan kebenaran pada sahabatku itu. Semoga hidayah itu menghampirinya. Cerita tentangnya selalu tersimpan dihatiku, tak mungkin bisa kulupa. Hingga kinipun sulit kupercaya, aku pernah melewati masa-masa itu. Namun satu yang pasti, aku mengagumi cinta dan kesetiaannya.
Ah...andainya dia laki-laki…