Senin, 25 Februari 2013

Mengeja Takdir Tuhan Dalam Jejak Langkahmu

Abi dan Faiz ...menikmati subuh di pantai Carnaval, Ancol...
.(dibidik dari camera digital Nikon Coolpix S3000 tanpa edit)

Sekilas foto di atas nampak biasa saja. Dengan tehnik pengambilan yang juga sangat sederhana karena memang saya tak cukup menguasai ilmu fotografi. Walau tak bisa juga saya katakan sebagai hasil karya asal jepret. Karena saya membidik momen ini dengan sepenuh hati, meski tanpa tehnik mumpuni. Foto ini bukan sekedar mengilustrasikan siratan makna humanis ikatan hati seorang ayah dengan anaknya dalam sebuah gandengan tangan. Namun lebih dari itu, behind the scene foto ini, punya berjuta makna yang menjadi titik balik proses hidup saya dan abi menjadi insan yang lebih baik dan pandai bersyukur. Yang menyadarkan kami, bahwa Tuhan Maha Segalanya.

Kala setapak langkah adalah sesuatu yang luar biasa....

Bila berjalan adalah hal mudah bagi tumbuh kembang seorang anak pada umumnya, tidak begitu bagi Faiz, malaikat kecil saya.Untuk bisa melangkah, saya bersama abinya Faiz perlu berjuang keras mewujudkannya.Menghapus semua rasa putus asa yang menjadi kelemahan kami sebagai manusia. Setelah diagnosa epilepsi parsial yang dideritanya, membawa dokter pada sebuah vonis  bahwa Faiz akan lumpuh total di kursi roda sepanjang hidupnya. Vonis itu kami terima di usia Faiz yang bahkan belum genap sebulan. Masih bayi merah. Sungguh...vonis yang  saya rasakan pahit yang membuat dunia saya runtuh saat itu.Saya terpuruk.Mencoba mengeja takdir Tuhan dalam kesedihan. Ceritanya lengkapnya bisa disimak di sini

Hingga berulang kali menatap foto ini, berulang kali pula hati saya tak henti bertasbih akan kebesaranNya.  Ya, seperti mimpi rasanya bisa melihat si kecil saya melangkah walau tertatih di usianya yang genap 2.5 tahun saat itu. Membuat saya tersungkur dalam derai air mata pada sujud syukur yang panjang.

Dan kini masih ada satu lagi mimpi saya yang belum kunjung menjadi nyata, yakni bisa mendengar Faiz berkata-kata dan memanggil saya Ummi. Semoga keajaiban itu masih akan menghampiri. Walau entah kapan itu...

Kupersembahkan catatan kecil ini untuk Ibu Fauzan, Mamanya Olive, Papanya Cintya-Agas

Semoga bisa menambah rasa syukur ^^

Rectoverso, Hadirkan Rangkaian Kisah Cinta Tak Terucap

Ping! Sinyal getar sekaligus tanda merah berkedip-kedip pada layar BB saya, tanda sebuah pesan masuk menyapa.
"Eh, ada undangan nobar nih tanggal 15 Februari di XXI Plaza Senayan, kamu mau ikutan ga?" begitu bunyi pesan bbm seorang sahabat saya. Entah kenapa, sayapun langsung menjawab pesannya dengan antusias sambil bertanya,
"eh filmya Rectoverso bukan?" saya membalasnya.
Seketika dijawabnya,"Iyaa..". 


Wowww....rasanya saya mau koprol kegirangan mendengar infonya. Hmm...sungguh kebetulan yang menyenangkan. Tau ga kenapa? Karena saya memang niat banget mau nonton film ini saat peluncuran hari pertamanya tanggal 14 Februari 2013. Jauh-jauh hari review film ini sudah saya baca, hingga saya pantengi jadwal tayangnya. Itu karena saya sangat suka dengan karya-karya novelis Dewi Lestari. Buat saya, karya seorang Dee selalu asik untuk dinikmati. Jadi cukup membuat saya penasaran sekeren apa kira-kira karya novelnya yang difilmkan kali ini. Lebih dari itu, Rectoverso menjadi begitu istimewa bagi saya, karena ada cerita mengenai kisah seorang penyandang autisme, yang ternyata sukses membuat saya haru biru menyaksikannya. Melihat adegan abang yang autis dan bundanya yang penyabar itu, saya seperti melihat cermin diri saya dan si bungsu, yang adalah juga seorang penyandang autisme. Hikss...jilbab saya benar-benar basah oleh airmata.:'(

Itulah alasan mengapa saya begitu antusias saat para  blogger diundang untuk nobar bareng para sutradara film plus beberapa aktor dan aktris yang terlibat.

Senangnya lagi, penonton juga diberi kesempatan bertanya kepada sutradara dan pendukung film ini mengenai apa dan bagaimana film Rectoverso ini dibuat. Sayapun beruntung berkesempatan bertanya pada para sutradara film ini mengenai kesan dan kendala apa yang mereka alami dalam memproduksi film yang terdiri dari 5 cerita dan 5 sutradara berbeda ini. Pertanyaaan ini seakan menuntaskan rasa penasaran saya akan bagaimana karya yang diangkat dari novel Dee Lestari ini diangkat ke layar lebar. Apalagi ini merupakan debut perdana bagi kelima sutradara srikandi yang kebetulan kelima-limanya aktris yang memang sudah dikenal masyarakat. Mereka adalah, Marcella Zalianty menggarap Malaikat Juga Tahu, Happy Salma (Hanya Isyarat), Rachel Maryam (Firasat), Olga Lydia (Curhat buat Sahabat) dan Cathy Sharon (Cicak-cicak di Dinding).

para sutradara Rectoverso yang saya bidik dari kejauhan

Marcella, sebagai salah satu sutradara menjawab pertanyaan saya. Ia mengatakan karena film ini berkisah tentang lima cerita berbeda, hingga ia menganggap peran editor pada produksi film ini sebagai yang paling hebat karena mampu menjahit kisah demi kisah dengan begitu halus, hingga bisa merangkainya menjadi satu jalinan cerita yang apik dan mampu menampilkan benang merah dari 5 kisah berbeda itu, yakni tentang cinta yang tak terucap yang boleh jadi adalah kisah cinta yang sering dilakoni banyak orang.

Dan setelah menyaksikannya sendiri, ternyata Marcella benar, saya sangat suka dangan jalinan kelima kisah lepas ini. Semua didukung oleh pemilihan aktor yang mumpuni, setting tempat yang menarik serta soundtrack yang juga sangat indah. Wuihhh...satu kata aja, Perfect!

Dan untuk film tak ada kritik dari saya. Saya cukup puas menyaksikannya. Sangat menyentuh, hingga saat keluar bioskop, mata saya masih terasa sembab, karena sedihnya masih terbawa dalam ingatan saya.Kalau boleh saya merating, tanpa mengurangi kehebatan para sutradaranya, saya acung jempol pada akting abang yang diperankan Lukman Sardi dalam kisah Malaikat Juga Tahu. Numero Uno pokoknya!

Over all acara ini berlangsung menyenangkan. Hanya sedikit kritik, acara yang semula dijadwalkan dimulai  jam 7 malam, mulur cukup lama, hingga membuat kami para undangannya cukup jenuh menunggu. Dan sayangnya tak ada kesempatan untuk sekedar wawancara atau berfoto bersama sutradara dan pemain film ini, karena waktu yang sangat terbatas.Tapi saya sudah cukup senang, saat resensi saya tentang film ini terpilih masuk harian Kompas cetak edisi Rabu, 20 Februari 2013.

Resensi saya yang masuk kompas cetak edisi Rabu., 2 Feb 2013


Berfoto di depan banner Nobar Rectoverso Movie Mania 


Terimakasih saya pada mas Karel untuk undangannya :)